Haji merupakan salah satunya ibadah yang istimewa karena ibadah ini tidak dapat
dilaksanakan kapan saja dan di sembarang tempat, hanya di musim haji dan di Masy'aril Haram
lah ibadah ini dilaksanakan. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima dan merupakan
ibadah maḥḍah. Hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib atas setiap umat Islam (laki-laki
atau perempuan) bagi yang mampu (istiṭā'ah) sekali seumur hidup, sedangkan yang kedua kali
dan seterusnya hukumnya sunnah.
Ibadah haji adalah ibadah yang dilakukan di tanah suci Makkah dan merupakan wujud rasa
ketaatan kepada Allah Swt.
Haji
1. Pengertian haji
Istilah haji berasal dari kata ḥajja yang berarti berziarah ke, bermaksud, menyengaja,
menuju ke tempat tertentu yang diagungkan. Sedangkan menurut istilah, haji adalah
berziarah (berkunjung) ke Ka’bah untuk mengerjakan ibadah yang meliputi iḥrām,
ṭawaf, sa’i, wuqūf, mabīt di Muzdalifah dan Mina, taḥallul, dan ibadah-ibadah lainnya
untuk memenuhi perintah Allah Swt. dan mengharap keridlaan-Nya dalam waktu yang
telah ditentukan.
2. Hukum Haji
Mengerjakan ibadah haji hukumnya wajīb ’ain, sekali seumur hidup bagi setiap
muslim yang telah mukallaf dan mampu melaksanakannya. Firmah Allah Swt.:
“....Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali Imran [3] : 97)
Sabda Rasulullah Saw :
“Haji yang wajib itu hanya sekali, barang siapa melakukan lebih dari sekali maka yang
selanjutnya adalah sunat”. (HR. Abu Dawud, Ahmad dan Al-Hakim)
3. Syarat-syarat Wajib Haji
a. Beragama Islam,
tidak wajib dan tidak sah bagi orang kafir.
b. Berakal,
tidak wajib haji bagi orang gila dan orang bodoh
c. Balīg,
tidak wajib haji bagi anak-anak, kalau anak-anak mengerjakannya, hajinya sah
sebagai amal sunah, kalau sudah cukup umur atau dewasa wajib melaksanakannya
kembali.
d. Merdeka,
tidak wajib haji bagi budak atau hamba sahaya, kalau budak mengerjakannya,
hajinya sah, apabila telah merdeka wajib melaksanakannya kembali.
Sabda Rasulullah Saw. :
”Anak-anak yang telah haji, sesudah baligh ia wajib melakukan haji kembali, dan
hamba yang telah haji, sesudah dimerdekakan, ia wajib mengerjakan haji kembali”.
(H.R. Baihaqi).
e. Kuasa atau mampu (istiṭā'ah),
tidak wajib bagi orang yang tidak mampu. Baik
mampu harta, kesehatan, maupun aman dalam perjalanan
4. Rukun Haji
Rukun haji adalah beberapa amalan yang harus dikerjakan dalam ibadah haji dan
tidak bisa diganti dengan bayar denda (dam) bila meninggalkannya, berarti hajinya batal
dan harus mengulangi dari awal di tahun berikutnya, yaitu:
a. Iḥrām, yaitu berniat memulai mengerjakan ibadah haji ataupun umrah, merupakan
pekerjaan pertama sebagaimana takbīrātul iḥrām dalam shalat. Ihram wajib dimulai
dari mīqāt nya, baik mīqāt zamāni maupun makāni, dengan syarat-syarat tertentu
yang akan dijelaskan kemudian.
b. Wuqūf di padang Arafah, yaitu hadir mulai tergelincir matahari (waktu Dzuhur)
tanggal 9 Zulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Zulhijjah.
Rasulullah Saw bersabda:
yaitu mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran, dimulai dan diakhiri di
Hajar Aswad, dilakukan setelah wukuf di Arafah.
Macam-macam thawaf adalah :
1. Ṭawāf qudūm, yaitu ṭawāf yang dilakukan pada hari pertama kedatangan di
Masjidil Haram sebagaimana shalat tahiyatul masjid.
2. Ṭawāf ifāḍah, yaitu thawaf rukun haji
3. Ṭawāf wadā’, yaitu thawaf yang dilakukan ketika akan meninggalkan Makkah.
4. Ṭawāf nażar (thawaf yang dinazarkan)
5. Ṭawāf sunnah.
d. Sa’i,
yaitu berlari-lari kecil antara bukit Ṣafa dan Marwah.
Syarat-syarat melakukan sa’i adalah :
- Dilakukan setelah Ṭawāf ifāḍah ataupun Ṭawāf qudūm,
- Dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah,
- Dilakukan tujuh kali perjalanan, dari Shafa ke Marwah dihitung sekali dan dari
Marwah ke Shafa dihitung sekali perjalanan pula.
Adapun di antara sunat sa’i adalah:
- Berjalan biasa di antara Shafa dan Marwah, kecuali ketika melewati dua tiang
atau pilar dengan lampu hijau, sunat berlari-lari kecil bagi pria.
- Memperbanyak bacaan kalimat tauhid, takbir dan doa ketika berada di atas bukit
Shafa dan Marwah dengan cara menghadap ke arah Ka’bah
- Membaca doa di sepanjang perjalanan Shafa-Marwah.
e. Taḥallul,
yaitu mencukur atau menggunting rambut, sekurang-kurangnya
menggunting tiga helai rambut.
f. Tertib,
yaitu mendahulukan yang semestinya dahulu dari rukun-rukun di atas.
5. Wajib Haji
Wajib haji adalah amalan-amalan dalam ibadah haji yang wajib dikerjakan, tetapi
sahnya haji tidak tergantung kepadanya. Jika ia ditinggalkan, hajinya tetap sah dengan
cara menggantinya dengan dam (bayar denda).,
Wajib haji ada tujuh, yaitu :
a. Berihram dari mīqāt nya,
b. Bermalam di Muzdalifah,
c. Bermalam (mabīt) di Mina,
d. Melontar jumrah aqabah,
e. Melontar jumrah ūla, wusṭa dan aqabah,
f. Ṭawāf wada’.
6. Mīqāt
Haji
Mīqāt artinya waktu dan dapat juga berarti tempat. Maksudnya waktu dan tempat
yang ditentukan untuk mengerjakan ibadah haji.
Mīqāt ada dua, yaitu mīqāt zamāni dan
mīqāt makāni.
a. Mīqāt Zamāni
Mīqāt zamāni adalah waktu sahnya diselenggarakan pekerjaan-pekerjaan haji.
Orang yang melaksanakan ibadah haji ia harus melaksanakannya pada waktu-waktu
yang telah ditentukan, tidak dapat dikerjakan pada sembarang waktu. Allah Swt. berfirman:
b. Mīqāt Makāni
Mīqāt makāni adalah tempat memulai iḥrām bagi orang-orang yang hendak
mengerjakan haji dan umrah. Rasulullah telah menetapkan mīqāt makāni sebagai
berikut:
1) Rumah masing-masing, bagi orang yang tinggal di Makkah.
2) Dzul Hulaifah (450 km sebelah Utara Makkah), mīqāt bagi penduduk Madinah
dan negeri-negeri yang sejajar dengan Madinah.
3) Juhfah (180 km sebelah barat laut Makkah) mīqāt penduduk Syiria, setelah tandatanda mīqāt di Juhfah lenyap, maka diganti dengan Rabigh (240 km barat laut
Makkah) dekat Juhfah. Rabigh juga mīqāt orang Mesir, Maghribi, dan negerinegeri sekitarnya.
4) Qarnul Manzil (94 km dari Makkah) sebuah bukit yang menjorok ke Arafah
terletak di sebelah timur Makkah miqat penduduk Nejd dan negeri sekitarnya.
5) Yalamlam (54 km sebelah selatan Makkah) mīqāt penduduk Yaman, India,
Indonesia, dan negeri-negeri yang sejajar dengan negeri-negeri tersebut.
6) Dzatul Irqin (94 km sebelah timur laut Makkah) mīqāt penduduk Iraq dan negerinegeri yang sejajar dengan itu.
7) Negeri masing-masing, mīqāt penduduk berada di antara kota Makkah dengan
mīqāt-mīqāt tersebut di atas.
7. Larangan Iḥrām dan Dam (denda)
a. Larangan Ihram
Larangan iḥrām ialah perbuatan-perbuatan yang dilarang selama dalam keadaan
iḥrām. Jamaah haji harus menjauhi semua larangan iḥrām. Bagi jamaah haji yang
melanggar salah satu atau lebih dari larangan iḥrām tersebut maka ia wajib membayar
dam.
Larangan-larangan iḥrām adalah:
1) Senggama dan pendahuluannya, seperti mencium, menyentuh dengan syahwat,
berbicara tentang sex antara suami dengan isteri, dan sebagainya. Bersenggama
bukan hanya merupakan larangan melainkan juga akan membatalkan haji bila
dilakukan sebelum taḥallul awwal.
2) Memakai pakaian yang berjahit dan memakai sepatu bagi laki-laki. Sabda
Rasulullah Saw:
3) Mengenakan cadar muka dan sarung tangan bagi wanita. Rasulullah Saw
bersabda,
4) Memakai harum-haruman serta minyak rambut.
5) Menutup kepala bagi laki-laki, kecuali karena hajat. Bila terpaksa menutup
kepala maka ia wajib membayar dam.
6) Melangsugkan akad nikah bagi dirinya atau menikahkan orang lain, sebagai wali
atau wakil. Tidak sah akad nikah yang dilakukan oleh dua pihak, salah satunya
sedang dalam ihram.
Rasulullah Saw. bersabda:
7) Memotong rambut atau kuku
Menghilangkan rambut dengan menggunting, mencukur, atau memotongnya
baik rambut kepala atau lainnya dilarang dalam keadaan ihram. Allah Swt.
berfirman,
8) Sengaja memburu dan membunuh binatang darat atau memakan hasil
buruan.
b. Dam (denda) pelanggaran larangan ihram.
Dam dari segi bahasa berarti darah, sedangkan menurut istilah adalah mengalirkan
darah (menyembelih ternak : kambing, unta atau sapi) di tanah haram untuk memenuhi
ketentuan manasik haji.
Jenis-jenis dam (denda) adalah sebagai berikut :
a. Bersenggama dalam keadaan iḥrām sebelum taḥallul awwal batal hajinya dan
wajib membayar dam. Dam-nya berupa kafārāt yaitu:
• Menyembelih seekor unta, jika tidak dapat maka;
• Menyembelih seekor lembu, jika tidat dapat maka;
• Menyembelih tujuh ekor kambing, jika tidak dapat maka;
• Memberikan sedekah bagi fakir miskin berupa makanan seharga seekor
unta, setiap satu mud ( 0,8 kg) sama dengan satu hari puasa, hal ini diqiyāskan
dengan kewajiban puasa dua bulan berturut-turut bagi suami-istri yang
senggama di siang hari bulan Ramadhan.
b. Berburu atau membunuh binatang buruan,
dam-nya adalah memilih satu di antara
tiga jenis berikut ini :
• Menyembelih binatang yang sebanding dengan binatang yang diburu atau
dibunuh.
• Bersedekah makanan kepada fakir miskin di tanah Haram senilai binatang
tersebut.
• Berpuasa senilai harga binatang dengan ketentuan setiap satu mud berpuasa
satu hari. Dam ini disebut dām takhyīr atau ta’dīl. Takhyīr artinya boleh memilih mana
yang dikehendaki sesuai dengan kemampuannya, dan ta’dīl artinya harus setimpal
dengan perbuatannya dan dam ditentukan oleh orang yang adil dan ahli dalam
menentukan harga binatang yang dibunuh itu.
c. Mengerjakan salah satu dari larangan berikut :
• Bercukur rambut
• Memotong kuku
• Memakai pakaian berjahit.
• Memakai minyak rambut
• Memakai harum-haruman.
• Bersenggama atau pendahuluannya setelah tahallul pertama.
Dam-nya berupa dam takhyir, yaitu boleh memilih salah satu di antara tiga hal,
yaitu :
Menyembelih seekor kambing
• Berpuasa tiga hari
• Bersedekah sebanyak tiga gantang ( 9,3 liter) makanan kepada enam orang
fakir miskin.
d. Melaksanakan haji dengan cara tamattu’ atau qiran, damnya dibayar dengan
urutan sebagai berikut:
• Memotong seekor kambing, bila tidak mampu maka
• Wajib berpuasa sepuluh hari, tiga hari dilaksanakan sewaktu ihram sampai
idul adha, sedangkan tujuh hari lainnya dilaksanakan setelah kembali ke
negerinya.
e. Meninggalkan salah satu wajib haji sebagai berikut:
• Ihram dari miqat
• Melontar jumrah
• Bermalam di Muzdalifah
• Bermalam di Mina pada hari tasyrik
• Melaksanakan thawaf wada’.
Damnya sama dengan dam karena melaksanakan haji dengan tamattu’ atau qiran
tersebut di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar