Jumat, 28 Agustus 2020

ZAKAT 14 Agustus 2021

 


 



    Islam adalah sebuah sistem yang sempurna dan menyeluruh. Dengan Islam, Allah memuliakan manusia, agar dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi ini.Allah mengajarkan kepada manusia bahwa ia adalah seorang hamba yang diciptakan dengan sifat-sifat kesempurnaan. Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah. Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan saling tolong-menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan menjaga hak dan kewajiban sesama. 

    Diantara sarana-sarana menuju kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah melalui agama Islam adalah disyariatkannya zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka meluruskan perjalanan manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju kesejahteraan manusia secara pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Zakat berfungsi menjaga kepemilikan pribadi agar menghindari ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang menjadi pemicu utama lunturnya ukhuwah, hilangnya kehormatan dan integritas bangsa.


Zakat 

1. Pengertian Zakat 

    Zakat adalah kata bahasa Arab “az-zakāh”. Ia adalah masdar dari fi’il māḍi “zakā”, yang berarti bertambah, tumbuh dan berkembang. Ia juga bermakna suci. Dengan makna ini Allah berfirman:


    Disebut zakat karena harta yang telah dikeluarkan zakatnya dapat berkembang lantaran barakah doa orang-orang yang menerimanya. Juga karena harta yang dikeluarkan akan membersihkan harta seluruhnya dari syubhat dan mensucikannya dari hak-hak orang lain di dalamnya. 

    Zakat menurut istilah (syara’) artinya sesuatu yang hukumnya wajib dikeluarkan dari sekumpulan harta benda tertentu, menurut sifat dan ukuran tertentu kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya. Hukum mengeluarkan zakat adalah farḍu ‘ain, sebagaimana firman Allah Q.S. al-Baqarah [2]: 267:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Al-Baqarah [2]: 267) 

    Selain nama zakat, berlaku pula nama ṣadāqah. Shadaqah mempunyai dua makna. Pertama ialah harta yang dikeluarkan dalam upaya mendapatkan ridha Allah. Makna ini mencakup shadaqah wajib dan shadaqah sunnah (taṭawwu’). Kedua adalah sinonim dari zakat. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60:


“Sesungguhnya shadaqah-shadaqah itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah [9]: 60) 

Makna as-ṣadaqāt dalam ayat tersebut adalah shadaqah yang wajib (zakat), bukan ṣadāqah taṭawwu’.

2. Macam-Macam Zakat 

a. Zakat Fitrah 

    Zakat fitrah menurut istilah syara’ adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim setahun sekali berupa makanan pokok sesuai kadar yang telah ditentukan oleh syara’. Mengeluarkan sebagian harta yang kita miliki sebagai penyucian diri bagi orang yang berpuasa dari kebatilan dan kekotoran, untuk memberi makan kepada orang-orang miskin serta sebagai rasa syukur kepada Allah atas selesainya menunaikan kewajiban puasa agar kebutuhan mereka tercukupi pada hari raya. 

    Hukum zakat fitrah adalah farḍu’ain yaitu wajib dilaksanakan setiap umat Islam yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk diri dan keluarga yang dinafkahi, baik tua atau muda dan anak-anak yang baru dilahirkan ibunya, termasuk orangorang yang menjadi tanggungan orang yang wajib membayar zakat. 

    Adapun tujuan dari zakat fitrah adalah memenuhi kebutuhan orang-orang miskin pada hari raya idul fitri dan untuk menghibur mereka dengan sesuatu yang menjadi makanan pokok penduduk negeri tersebut. 

    Adapun syarat-syarat wajib zakat fitrah terdiri atas: 

1. Islam 

2. Mendapatkan akhir hari penghabisan bulan Ramadhan dan awal malam Idul Fitri, meskipun sebentar 3. Memiliki kelebihan harta dan keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya baik manusia ataupun binatang pada malam hari raya dan siang harinya. 

    Waktu dan hukum membayar zakat fitrah antara lain: 

1. Waktu yang dibolehkan yaitu dari awal Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan 

2. Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan Ramadhan 

3. Waktu yang lebih baik (sunnat), yaitu dibayar sesudah shalat subuh sebelum pergi shalat hari raya


“Dari Ibn Abbas, ia berkata: telah diwajibkan oleh Rasulullah Saw. zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang puasa dan memberi makan bagi orang miskin, barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat hari raya maka zakat itu diterima, dan barang siapa membayarnya sesudah shalat hari raya maka zakat itu sebagai sedekah biasa”(HR Abu Dawud dan Ibn Majah)

4. Waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah hari raya tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya. 

5. Waktu haram, yaitu apabila sengaja dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya. 

    Hukum membayar zakat fitrah adalah wajib bagi setiap muslim yang memiliki sisa bahan makanan sebanyak satu ṣa’ (sekitar 2,5 kg) untuk dirinya dan keluarganya selama sehari semalam ketika hari raya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum, kepada setiap budak atau orang merdeka, laki-laki atau wanita, anak maupun dewasa, dari kalangan kaum muslimin. Beliau memerintahkan untuk ditunaikan sebelum masyarakat berangkat shalat 'id. (HR. Bukhari)

b. Zakat Māl 

    Menurut bahasa (etimilogi), māl (harta) ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk dimilikinya, memanfaatkan dan menyimpannya. Menurut syara’ (terminologi), maal (harta) ialah segala sesuatu yang dimiliki (dikuasai) dan dapat dipergunakan. Jadi zakat māl juga disebut zakat harta yaitu kewajiban umat Islam yang memiliki harta benda tertentu untuk diberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan niṣāb (ukuran banyaknya) dan dalam jangka waktu tertentu. Adapun tujuan daripada zakat māl adalah untuk membersihkan dan mensucikan harta benda mereka dari hak-hak kaum miskin di antara umat Islam. 

Allah berfirman dalam surah az-Zariyat [51]:19 :

“Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta”. (Qs. adz-Dzariyat [51] : 19) 

    Syarat-syarat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya: 
1. Harta tersebut harus diperoleh dengan cara yang baik dan halal. 
2. Harta tersebut berkembang dan berpotensi untuk dikembangkan, misalnya melalui kegiatan usaha         perdagangan dan lain-lain. 
3. Milik penuh, harta tersebut di bawah kontrol kekuasaan pemiliknya, dan tidak tersangkut dengan hak     orang lain.
4. Mencapai niṣāb, mencapai jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat, misal     niṣāb zakat emas 77,50 gr kadar 24 karat, niṣāb zakat hewan ternak kambing adalah 40 ekor dan             sebagainya 
5. Sudah mencapai 1 tahun kepemilikan. 
6. Sudah terpenuhi kebutuhan pokok maka zakatnya adalah kelebihan dari kebutuhan tersebut. 

Harta benda yang wajib dizakati: 
1. Emas dan Perak

2. Binatang ternak (zakat An’am)


Keterangan: Apabila pertanian airnya alami (tadah hujan) atau sumber yang didapatkan dengan tidak mengeluarkan biaya maka zakatnya 10 %. Apabila pertanian atau perkebunan irigasi dan ada pengeluaran biaya untuk mendapatkan air tersebut maka zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 %.

4. Zakat/ Profesi (Kontemporer)

5. Unggas 

    Untuk ketentuan zakat unggas ini disamakan dengan batas nisab emas yaitu: 93,6 gram. Jika harga emas Rp. 65.000/gram maka emas 93,6 gr x Rp. 65.000 = Rp. 6.084.000,00. 
Contoh: 
1. Apabila seseorang memiliki usaha unggas dalam satu tahunnya memiliki keuntungan Rp. 6.084.000,00 maka yang bersangkutan telah wajib membayar zakat 2,5 % dari total keuntungan selama 1 tahun. 
2. Pak Irfan memiliki usaha ayam potong 4.000 ekor. Setiap penjualan memiliki keuntungan rata-rata Rp. 2.000.000. dalam 1 tahun dapat menjual sebanyak 8 kali. Jadi total keuntungan dalam 1 tahun Rp. 16.000.000. Zakat yang dikeluarkan adalah Rp. 16.000.000 X 2,5 % = Rp. 400.000 

6. Barang Temuan (Zakat Rikāz) 

    Yang dimaksud barang temuan/ rikāz adalah barang-barang berharga yang terpendam peninggalan orang-orang terdahulu. Adapun jumlah nisabnya seharga emas 77, 50 gram 
Bagi seseorang yang menemukan emas maka minimal nisabnya adalah 93,6 gram dan dizakati 20 % dari nilai emas tersebut. 
Contoh: 
Pak Arman menemukan arca mini emas seberat 2 ons, maka zakat yang harus dkeluarkan adalah 2 x 20 %= 40 gram. Bila yang ditemukan perak maka nisabnya seberat 624 gram dan nilai zakatnya sama dengan emas yaitu 20 %. 

Pahamilah istilah di bawah ini! 
Niṣāb : Batas minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya 
Kadar : Prosentase atau besarnya zakat yang harus dikeluarkan. 
Haul : Waktu atau masa satu tahun penuh yang disyaratkan untuk mengeluarkan zakat terhadap harta yang dimiliki. 

    Yang berhak menerima zakat ada 8 golongan atau kelompok (aṣnāf), seperti yang yang difirmankan Allah dalam surat at-Taubah Q.S. [9] ayat 60:




“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan hamba sahaya), untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah [9]: 60)

Dari ayat di atas yang berhak menerima zakat dapat dirinci sebagai berikut: 

1. Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan tidak memiliki pekerjaan untuk mencarinya

2. Miskin adalah orang yang memiliki harta tetapi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

3. Amil adalah orang yang mengelola pengumpulan dan pembagian zakat. 

4. Muallaf adalah orang yang masih lemah imannya karena baru mengenal dan menyatakan masuk             Islam. 

5. Budak yaitu budak sahaya yang memiliki kesempatan untuk merdeka tetapi tidak memiliki harta             benda untuk menebusnya. 

6. Garim yaitu orang yang memiliki hutang banyak sedangkan dia tidak bisa melunasinya. 

7. Fisabilillah adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah sedangkan dalam perjuangannya tidak         mendapatkan gaji dari siapapun. 

8. Ibnu Sabil yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, sehingga sangat membutuhkan                 bantuan.

B. Identifikasi Undang-Undang Zakat 

    Dalam rangka meningkatkan kualitas umat Islam Indonesia, pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan zakat, yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-undang ini merupakan pengganti Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999. 

Dalam Bab I di Ketentuan Umum Pasal 1 ada beberapa poin penting: 

a. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. 

b. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. 

c. Muzakki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat. 

d. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat. 

e. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. 

f. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. 

Dalam bab 1 diketentuan umum pasal 2 ada beberapa poin penting: Pengelolaan zakat berasaskan:

a. Syariat Islam; 

b Amanah; 

c. Kemanfaatan; 

d. Keadilan; 

e. Kepastian hukum; 

f. Terintegrasi; dan 

g. Akuntabilitas. 


Pada Pasal 3 disebutkan bahwa pengelolaan zakat bertujuan: 

a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan 

b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

Pada Pasal 4 disebutkan: 

1. Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah. 

2. Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 

a. emas, perak, dan logam mulia lainnya; 

b. uang dan surat berharga lainnya; 

c. perniagaan; 

d. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; 

e. peternakan dan perikanan: 

f. pertambangan; 

g. perindustrian; 

h. pendapatan dan jasa; dan 

i. rikāz. 


    Dalam Bab II ada beberapa poin penting: Pasal 5: 

1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS. 

2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara. 

3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

Pasal 6: 

BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

 Pasal 7: 

1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:

2) Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 

3) Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 

4) Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan 

5) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. 

6) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

7) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

C. Contoh Pengelolaan Zakat 

    Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka zakat harus dikelola oleh negara melalui suatu badan yang diberi nama Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan dan Lembaga tersebut pada saat ini telah terbentuk kepengurusannya, mulai dari tingkat pusat sampai ketingkat daerah sampai tingkat desa. Oleh sebab itu, kaum muslimin yang berkuwajiban membayar zakat hendaknya dapat menitipkannya melalui badan atau lembaga zakat yang ada didaerahnya masing-masing. Contohnya setiap tahun kita mengeluarkan zakat fitrah. Zakat fitrah sebagianya kita titipkan kepada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) tingkat desa. Oleh UPZ desa, disampaikan kepada BAZ Kecamatan, kemudian disampaikan ke BAZ Kabupaten. Oleh BAZ Kabupaten, kemudian dana zakat tersebut didistribusikan kepada para mustahiq yang sangat membutuhkan dana atau digunakan untuk kegiatan produktif yang sangat menyerap banyak tenaga kerja, misalnya membantu para pengusaha kecil dan menengah. Dengan demikian, dana zakat dapat dikeloladengan baik dan tepat sasaran sesuai dengan fungsi dan tujuan.

D. Penerapan Ketentuan Perundang-Undangan tentang Zakat 

    Ketentuan perundang-undangan tentang zakat sebagaimana telah dijelaskan di atas, hendaknya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ketentuan perundang-undangan zakat tersebut sebenarnya telah cukup memadai untuk dilaksanakan oleh umat Islam di negara ini, sebab mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Dalam Undang-Undang Zakat tersebut terdapat kewajiban membayar zakat bagi orang yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Orang-orang tersebut dinamai muzakki (pemberi zakat). Begitu pula, terdapat hak-hak bagi mereka yang memenuhi persyaratan tersebut untuk menerimanya. Mereka itu disebut mustahiq (penerima zakat). Baik muzakki maupun mustahiq, semua terikat oleh peraturan perundang-undangan tentang zakat tersebut. Artinya, jika ada salah satu pihak yang melanggar ketentuan dalam undang-undang harus dikenai sanksi dan hukuman sesuai peraturan yang tercantum dalam undang-undang tersebut. Selain itu, penglola dana zakat atau āmilīn yang dalam undang-undang zakat tersebut. Badan Amil Zakat (BAZ) juga memiliki keterikatan yang sama dengan undang-undang tersebut. Maksudnya, jika āmilīn melakukan pelanggaran atas ketentuan undang-undang, maka baginya harus dikenai sanksi dan hukuman. Dalam hal penerapan perundang-undangan zakat ini, peran āmilīn atau Badan Amil Zakat lebih dominan dan lebih urgen bagi keberhasilan pelaksanaan undangundang. Sebab jika ada muzakki yang enggan membayar zakat, pengurus Badan Amil Zakat berkewajiban mengingatkannya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Begitu pula, jika ada orang/pihak yang berpura-pura menjadi mustahiq padahal dia memiliki kemampuan yang cukup, maka pengurus BAZ harus menegurnya dan berhak menolak atau mencabut dana zakat yang telah diberikannya.

Hikmah Disyariatkan Zakat 

1. Membersihkan jiwa seorang mukmin dari bahaya yang ditimbulkan dosa dan kesalahankesalahan serta dampak buruk di dalam hati. 

2. Menyediakan perbekalan bagi mereka yang berperang di jalan Allah Swt. 

3. Membantu musafir yang muslim ketika kehabisan bekal, dan tidak memperoleh sesuatu yang mencukupi tanggungan selama dalam perjalanannya. 

4. Meringankan beban orang muslim yang memiliki hutang, dengan cara menutup hutang serta kewajiban yang mesti ditunaikan dari hutang. 

5. Menghimpun hati yang tercerai berai di atas keimanan Islam. 

6. Membantu dan menutupi kebutuhan serta kesusahan orang-orang miskin yang terhimpit hutang. 

7. Meminimalkan bertumpuknya harta yang hanya pada orang-orang kaya. 

8. Membersihkan harta dan mengembangkan serta menjaga dan melindunginya dari berbagai musibah dengan berkah ketaatan kepada Allah Swt. 

9. Meneguhkan hati berdasarkan iman dan Islam. 

10. Menegakan kemaslahatan


ABSENSI KEHADIRAN DAN MERINGKAS MATERI ZAKAT





Minggu, 23 Agustus 2020

PENGURUSAN JENAZAH

 




A. Kematian 

1. Sakaratul Maut 

    Gejala mendekati saat kematian atau ketika manusia akan mengalami kematian (sakaratul maut) maka ia akan menunjukan berbagai gejala seperti dinginnya ujung-ujung anggota badan, rasa lemah, kantuk dan kehilangan kesadaran, dan hampir tidak dapat membedakan sesuatu. Dan dikarenakan kurangnya pasokan oksigen dan darah yang mencapai otak, ia menjadi bingung dan berada dalam keadaan delirium (delirium: gangguan mental yang ditandai oleh ilusi, halusinasi, ketegangan otak, dan kegelisahan fisik), dan menelan air liur menjadi lebih sulit, serta aktivitas bernafas lambat. Penurunan tekanan darah menyebabkan hilangnya kesadaran, yang mana seseorang merasa lelah dan kepayahan.

    Di dalam al-Qur’an terdapat ungkapan “sakratul maut”. Sebagaimana firman Allah Swt.:


    Ada beberapa hal yang perlu dilakukan ketika menjumpai orang yang baru saja meninggal dunia di antaranya: 
a. Apabila mata masih terbuka, pejamkan matanya dengan mengurut pelupuk mata pelan-pelan. 
b. Apabila mulut masih terbuka, katupkan dengan ditali (selendang) agar tidak kembali terbuka. 
c. Tutuplah seluruh tubuh jenazah dengan kain sebagai penghormatan. 

2. Proses Pengurusan Jenazah 

    Istilah jenazah berasal dari bahasa Arab, yang berarti mayat dan dapat pula berarti usungan beserta mayatnya. Seorang muslim yang telah meninggal dunia harus segera diurus, tidak boleh ditunda-tunda kecuali terdapat hal-hal yang memaksa, seperti menunggu visum dokter, menunggu keluarga dekatnya dan lain sebagainya. 

    Mengurus jenazah hukumnya farḍu kifāyah, artinya jika dalam suatu daerah terdapat orang yang meninggal dunia, maka orang Islam di daerah tersebut wajib mengurus jenazahnya. Namun jika tidak seorangpun di daerah tersebut melaksanakannya, semua orang Islam di daerah tersebut berdosa. Dasar hukum yang menjelaskan pentingnya merawat jenazah sebagaimana hadits Nabi berikut, yang artinya :



B. Kewajiban Mengurus Jenazah 

    Kewajiban orang Islam terhadap saudaranya yang telah meninggal dunia adalah : 

1. Memandikan Jenazah



    Memandikan jenazah adalah membersihkan dan mensucikan tubuh mayat dari segala kotoran dan najis yang melekat di badannya. Jenazah laki-laki dimandikan oleh laki-laki, jenazah perempuan dimandikan oleh perempuan, kecuali suami istri atau mahramnya. 

    Ketentuan dan tata cara memandikan jenazah: 
1. Syarat Jenazah yang dimandikan : 
    a. Beragama Islam 
    b. Tubuh / anggota badan masih ada 
    c. Jenazah tersebut bukan mati syahid 

2. Yang berhak memandikan jenazah 
    a. Jenazah laki-laki yang memandikan laki-laki dan sebaliknya kecuali suami atau istri. 
    b. Jika tidak ada suami/istri atau mahram maka jenazah ditayamumkan. 
    c. Jika ada beberapa orang yang berhak maka diutamakan keluarga terdekat dengan jenazah 

3. Cara memandikan jenazah 
    a. Ambil kain penutup dan gantikan dengan kain basahan sehingga auratnya tidak terlihat. 
    b. Mandikan jenazah pada tempat yang tertutup. 
    c. Pakailah sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran. 
   d. Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya perlahan-lahan         jika jenazah tidak hamil.
    e. Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir ke arah kepala. 
    f. Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok giginya, dan           bersihkan hidungnya. Kemudian, wudhukan seperti wudhu untuk shalat. 
    g. Siramkan air ke tubuh yang sebelah kanan dahulu. Kemudian ke sebelah kirinya. 
    h. Mandikan jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan wangi-                  wangian. 
    i. Perlakukan jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya. 
    j. Memandikan jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya, itulah yang wajib.                   Sunnah mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil. 
    k. Jika keluar najis dari jenazah itu setelah dimandikan dari badannya, wajib dibuang dan                            dimandikan kembali. Jika keluar najis setelah di atas kafan, tidak perlu untuk diulang mandinya,            tetapi cukup untuk membuang najisnya saja. 
    l. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan kain atau handuk sehingga tidak membasahi          kafannya. 
    m. Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol.                      Pemberian wewangian untuk jenazah sebaiknya menggunakan kapur barus.

2. Mengafani jenazah 

    Mengafani jenazah harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah Saw bersabda :


1. Ketentuan: 
    a. Kain yang digunakan hendaklah bagus, bersih, dan menutupi seluruh tubuh. 
    b. Kain kafan hendaklah berwarnah putih. 
    c. Jumlah kain kafan bagi laki-laki hendaklah tiga lapis, sedangkan perempuan lima lapis. 
    d. Sebelum digunakan untuk membungkus, kain kafan hendaknya diberi wangiwangian. 
    e. Tidak berlebihan dalam mengafani jenazah. 

2. Cara mengafani jenazah laki-laki 

a. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas. Sebaiknya              masing-masing helai diberi kapur barus. 
b. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain kafan memanjang        lalu ditaburi dengan wangi-wangian. 
c. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas. 
d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri.                    Selanjutnya, lakukan selembar demi selembar dengan cara yang lembut. 
e. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya dibawah kain kafan tiga atau lima ikatan.              Lepaskan ikatan setelah dibaringkan di liang lahat. 
f. Jika kain kafan tidak cukup menutupi seleruh badan jenazah, tutupkanlah bagian auratnya. Bagian          kaki yang terbuka boleh ditutup dengan rerumputan atau daun kayu atau kertas dan semisalnya. Jika      tidak ada kain kafan kecuali sekadar untuk menutup auratnya saja, tutuplah dengan apa saja yang          ada. Jika banyak jenazah dan kain kafannya sedikit, boleh dikafankan dua atau tiga orang dalam            satu kain kafan. Kemudian, kuburkan dalam satu liang lahat, 
    sebagaimana dilakukan terhadap syuhada dalam perang uhud. 

3. Cara mengkafani jenazah perempuan 

Kain kafan perempuan terdiri atas lima lembar kain kafan putih, yaitu: 
a. Lembar pertama yang paling bawah untuk menutupi seluruh badannya yang lebih lebar. 
b. Lembar kedua untuk kerudung kepala. 
c. Lembar ketiga untuk baju kurung. 
d. Lembar keempat untuk menutup pinggang hingga kaki. 
e. Lembar kelima untuk pinggul dan pahanya. 

Mengafani jenazah perempuan sebagai berikut: 

a. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib.                Kemudian angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan            sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus. 
b. Tutup lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas. 
c. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya. 
d. Pakaikan sarung (cukup disobek saja, tidak dijahit) 
e. Pakaikan baju kurungnya (cukup disobek saja, tidak dijahit) 
f. Dandanilah rambutnya tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang. 
g. Pakaikan penutup kepalanya (kerudung) 
h. Membungkusnya dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan         kanan lalu digulung ke dalam. Setelah itu, ikat dengan sobekan pinggir kain kafan yang setelahnya        telah disiapkan di bagian bawah kain kafan, tiga atau lima ikatan, dan dilepaskan ikatannya setelah        diletakkan di dalam liang lahat. Setelah itu, siap untuk dishalatkan.

3. Menshalati Jenazah


Islam sangat mengedepankan persaudaraan sehingga sekalipun salah satu kerabat kita sudah meninggal dunia dan sudah dikuburkan akan tetapi nilai persaudaraan itu masih bisa dirasakan. Di antaranya perintah agar orang-orang Islam yang masih hidup memohonkan ampun dan rahmat kepada Allah Swt. bagi yang telah meninggal dunia. 

Dasar hukum shalat jenazah adalah :


Setelah berdiri kemudian mulai shalat dengan urutan : takbiratul ihram dan niat, membaca surat al-Fatihah, takbir kedua membaca shalawat atas Nabi, takbir ketiga membaca doa untuk si mayat, takbir keempat membaca doa kemudian mengucap salam. 

Adapun tata cara pelaksanaanya adalah:


            2. Membaca Surat Al-Fatihah 
            3. Membaca Shalawat Nabi 
            4 Membaca doa setelah takbir ke 3


            5. Membaca doa setelah takbir ke 4

4. Menguburkan Jenazah 

Setelah dishalatkan, jenazah segera dikuburkan. Jenazah sebaiknya dipikul oleh empat orang jamaah. Ibnu Mas’ud berkata :

    Sebelum proses penguburan sebaiknya lubang kubur dipersiapkan terlebih dahulu, dengan kedalaman minimal 2 meter agar bau tubuh yang membusuk tidak tercium ke atas dan untuk menjaga kehormatannya sebagai manusia. Selanjutnya, secara perlahan jenazah dimasukkan ke dalam kubur di tempatkan pada lubang lahat, dengan dimiringkan ke arah kiblat. Selanjutnya, tali pengikat jenazah bagian kepala dan kaki dibuka agar menyentuh tanah langsung. 

Agar posisi jenazah tidak berubah, sebaiknya diberi bantal dengan bulatan tanah atau bulatan tanah kecil. Selanjutnya, lubang tanah ditutup dengan kayu atau bambu sehingga waktu penimbunan tubuh jenazah tidak terkena dengan tanah. Adapun peragaan cara mengubur jenazah dengan mengikuti petunjuk berikut : 
1. Turunlah tiga orang ke liang lahat guna menerima jenazah. Ada yang menerima jenazah pada bagian     kepala, bagian tengah, dan bagian kaki. 
2. Angkatlah jenazah pelan-pelan. Orang yang berada di atas liang lahat bertugas mengangkat jenazah.     Ada yang memegangi kepala, perut dan kaki. 
3. Masukkan jenazah dari arah kaki kubur atau dari samping kubur (mana yang mudah). 
4. Taruhlah jenazah di liang lahat dan menghadap kiblat. 
5. Berilah penyangga dengan tanah secukupnya agar jenazah tetap miring. Penyangga diletakkan pada     bagian kepala dan punggung serta paha. 
6. Kenakan pipi kanan jenazah dengan tanah. Oleh karena itu, lepaskan tali pocong, kain kafan                 dilonggarkan dibagian kepala agar mudah ditarik untuk meletakkan pipi mengenai tanah. 
7. Membacakan adzan dan iqamah pada jenazah.Sebagaimana pendapat Ibnu Hajar alHaitami :



7. Tutuplah liang lahat dengan papan kayu atau yang lain. Hal itu dimaksudkan agar apabila ditimbun,     badan jenazah tidak terhimpit dengan timbunan. 
8. Timbunlah pelan-pelan liang lahat sampai selesai. Maksudnya, agar penutup liang lahat tidak patah.     Timbunan ditinggikan dari tanah sekitarnya agar tidak tergenang air apabila hujan.
9. Berilah tanda dari kayu atau batu. 
10. Mentalqin dan mendoakan jenazah dan keluarga yang ditinggalkannya.
















LATIHAN BAB 1 FIKIH MA

 ASSALAMUALAIKUM .. 

ANAKKU SEKALIAN  KELAS X MA YANG SAYA BANGGAKAN, UNTUK PEMBELAJARAN HARI INI LATIHAN BAB 1 MATERI : SYARI'AH, IBADAH DAN FIKIH

SILAHKAN KERJAKAN DENGAN MASUK KE LINK LATIHAN DIBAWAH INI !

LATIHAN BAB 1

Jumat, 14 Agustus 2020

LATIHAN BAB 1

 


LATIHAN BAB 1


ASSALAMUALAIKUM .. 

ANAKKU SEKALIAN, KITA SUDAH MENTUNTASKAN BAB1, SEKARANG BAPAK AKAN MEMBERIKAN LATIHAN MELIPUTI TIGA MATERI YAITU : SUJUD SAHWI, SUJUD SYUKUR, SUJUD TILAWAH. 

UNTUK LATIHANNYA SILAHKAN KLIK LINK DIBAWAH INI !

LATIHAN BAB 1


SUJUD TILAWAH


 Tinggalkan Kesombongan dengan Bersujud padaNya 

(Sujud di Luar Shalat) 

“SUJUD TILAWAH”

Kompetensi Dasar 

3.2 Memahami ketentuan sujud tilawah 

4.2 Memperagakan tata cara sujud tilawah



A. KETENTUAN SUJUD TILAWAH 

    Manusia tidak memiliki kekuatan dan kemampuan apapun tanpa pertolongan Allah Swt Dengan pernyataan demikian, tidak ada alasan bagi kita untuk sombong dan congkak. Sebab kita tidak memiliki apa-apa, semua yang ada hanyalah titipan Allah Swt yang sewaktu-waktu akan diambil oleh-Nya. 

1. Pengertian dan Dalil Sujud Tilawah 

    Tilawah secara bahasa berarti bacaan. Sedangkan menurut istilah sujud tilawah ialah sujud yang dikerjakan pada saat membaca atau mendengar ayat-ayat “sajdah” dalam al-Quran. Sujud tilawah dilakukan untuk menyatakan keagungan Allah Swt dan sekaligus pengakuan bahwa diri kita ini sangat kecil dan lemah di hadapan Allah Swt, karena Allah Swt adalah Sang Pencipta alam semesta dan pemberi semua anugerah yang kita miliki. 

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda,

    Hukum sujud tilawah adalah sunnah, namun apabila dalam shalat jama’ah makmum wajib mengikuti imam. Artinya jika imam membaca ayat sajdah lalu bersujud, maka makmum wajib ikut sujud. Tetapi jika imam tidak sujud, maka makmumpun tidak boleh sujud sendirian. 

Nabi Muhammad saw. bersabda:


Artinya: “Nabi saw pernah membaca al-Quran yang di dalamnya terdapat ayat sajadah. Kemudian ketika itu beliau bersujud, kami pun ikut bersujud bersamanya sampai-sampai di antara kami tidak mendapati tempat karena posisi dahinya.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

2. Syarat dan Cara Sujud Tilawah 

Syarat sujud tilawah adalah sebagai berikut: 

a. Suci dari hadas dan najis, baik badan, pakaian maupun tempat 

b. Menutup aurat 

c. Menghadap ke arah kiblat 

d. Setelah mendengar atau membaca ayat sajdah 


3. Tatacara Sujud Tilawah di dalam Shalat dan di luar Shalat.

 Cara sujud tilawah ada dua macam, yaitu: 

a. Ketika kita berada dalam shalat Jika shalat sendirian, caranya: begitu mendengar atau membaca ayat sajdah dalam shalat, maka niat dan mengucapkan takbir untuk sujud. Kemudian sujud sekali dan membaca doa sujud. Mengucapkan takbir saat bangun dari sujud, lalu berdiri tegak meneruskan bacaan ayat tersebut dan meneruskan shalat. Namun apabila dalam shalat jama’ah makmum wajib mengikuti imam. Artinya jika imam membaca ayat sajdah lalu bersujud, maka makmum wajib ikut sujud. Tetapi jika imam tidak sujud, maka makmum pun tidak boleh sujud sendirian 

b. Ketika di luar shalat. Begitu selesai membaca atau mendengar ayat sajdah, maka langsung menghadap kiblat dan niat melakukan sujud tilawah. Bertakbir (takbiratul ihram) dengan mengangkat kedua tangan. Kemudian takbir untuk bersujud, lalu sujud dan membaca doa sujud, setelah itu bertakbir untuk duduk kemudian salam (seperti dalam shalat biasa).

Niat Sujud Tilawah

Bacaan dalam Sujud Tilawah Ketika sujud tilawah, 

hendaklah membaca doa di bawah ini: 

4. Sebab-Sebab Sujud Tilawah 

Seseorang melakukan sujud tilawah karena ia membaca ayat-ayat sajdah atau mendengar bacaan ayat-ayat sajdah. Di dalam al-Quran terdapat 15 ayat yang berkenaan dengan ayatayat sajdah, yaitu sebagai berikut : 

            a. Surat al-A`raf ayat 206: 




absensi dan ulangan harian 1



Minggu, 02 Agustus 2020

IBADAH. MATERI, SENIN 9 AGUSTUS 2021






IBADAH DAN KARAKTERISTIKNYA

1. Pengertian Ibadah 
    Menurut bahasa paling tidak ada empat makna dalam pengertian ibadah, yakni: ta’at ( ُ ة َ َّ اع ) tunduk); الط ُ ْع ُ و ُض ) hina); اخل ُّ ل ُّ اذل ;(dan pengabdian. Jadi ibadah itu merupakan bentuk ketaatan, ketundukan, dan pengabdian kepada Allah.

    Di dalam al-Qur`an, kata ibadah berarti: patuh (at-ṭā`ah), tunduk (al-khuḍū`), mengikut, menurut, dan doa. Dalam pengertian yang sangat luas, ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa perkataan maunpun perbuatan. Adapun menurut ulama fikih, ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan memperoleh ridha Allah dan mendambakan pahala dari-Nya di akhirat. 

2. Dasar tentang ibadah dalam Islam 
    Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang dasar-dasar ibadah, di antaranya firman Allah berikut:


3. Macam-macam Ibadah 

    Secara garis besar, ibadah dibagi menjadi dua yakni : ibadah khassah (khusus) atau mahdah dan ibadah `āmmah (umum) atau gairu mahḍah. 

a. Ibadah mahḍah 
    adalah ibadah yang khusus berbentuk praktik atau pebuatan yang menghubungkan antara hamba dan Allah melalui cara yang telah ditentukan dan diatur atau dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Oleh karena itu, pelaksanaan dan bentuk ibadah ini sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh dari Rasulullah seperti, shalat, zakat, puasa, dan haji. 

b. Ibadah gairu mahḍah 
    adalah ibadah umum berbentuk hubungan sesama manusia dan manusia dengan alam yang memiliki nilai ibadah. Ibadah ini tidak ditentukan cara dan syarat secara detail, diserahkan kepada manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah atau anjuran, dan prisnip-prinsip umum saja. Misalnya : menyantuni fakirmiskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dan lain-lain. Ibadah dari segi pelaksanaannya dapat dibagi dalam tiga bentuk, yakni sebagai berikut: 
a. Ibadah jasmaniah rohaniah, yaitu perpaduan ibadah antara jasmani dan rohani misalnya shalat dan puasa. 
b. Ibadah rohaniah dan māliyah, yaitu perpaduan ibadah rohaniah dan harta seperti zakat. 
c. Ibadah jasmani, rohaniah, dan māliyah yakni ibadah yang menyatukan ketiganya contohnya seperti ibadah Haji. 

    Ditinjau dari segi kemanfatannya, ibadah dibagi menjadi dua, yaitu kepentingan fardi (perorangan) seperti shalat dan kepentingan ijtimā`i (masyarakat) seperti zakat dan haji. 

Ditinjau dari segi bentuknya, ibadah ada lima macam yaitu sebagai berikut: 
a. Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan, seperti zikir, doa, tahmid, dan membaca al-Qur`an.
 
b. Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong         orang lain, jihad, dan mengurus jenazah. 

c. Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan bentuknya, seperti shalat, puasa, zakat dan             haji. 
d. Ibadah yang tata cara pelaksanaannya berbentuk menahan diri, seperti puasa, i`tikāf, dan iḥram.
 
e. Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan                     kesalahan terhadap dirinya dan membebaskan sesorang yang berutang kepadanya.



Prinsip-prinsip ibadah dalam Islam 

Ada beberapa prinsip dalam ibadah yaitu sebagai berikut : 
1. Ada perintah 
    Adanya perintah merupakan syarat sahnya suatu ibadah. Tanpa perintah, ibadah merupakan sesuatu yang terlarang, dalam sebuah kaidah diungkapkan:


2. Tidak mempersulit (`adamul ḥaraj) 
    Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah Swt.:



3. Menyedikitkan beban (qillatut taklīf) 
    Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah yang artinya :

4. Ibadah hanya ditujukan kepada Allah Swt 
    Prinsip ini merupakan konsekuensi pengakuan atas kemahaesaan Allah Swt, yang dimanifestasikan sesorang muslim dengan kata-kata (kalimat tauhid) lā ilāha illallāh. 

5. Ibadah dilakukan secara ikhlas 
    Ikhlas artinya murni, tulus, tidak ada maksud dan tujuan lain selain hanya kepada Allah. Ikhlas dalam beribadah berarti beribadah tanpa merasa terpaksa, melainkan benar-benar murni untuk menunaikan perintah Allah Swt.


6. Keseimbangan Jasmani dan Rohani 
    Sesuai dengan kodratnya bahwa manusia itu makhluk Allah yang terdiri atas jasmani dan rohani, maka ibadah mempunyai prinsip adanya keseimbangan diantara keduanya, Tidak hanya mengejar satu hal lalu meninggalkan yang lainnya, atau sebaliknya, akan tetapi keseimbangan antara keduanyalah yang harus dikerjakan. Sebagaimana firman Allah:


Tujuan Ibadah 

    Tujuan ibadah adalah untuk membersihkan dan mensucikan jiwa dengan mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. serta mengharapkan ridha dari Allah Swt.. Sehingga ibadah disamping untuk kepentingan yang bersifat ukhrawi juga untuk kepentingan dan kebaikan bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat yang bersifat duniawi. 

    Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, adalah hambahamba Allah. Hamba sebagaimana yang dikemukakan di atas adalah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah atas hamba-Nya adalah kepemilikan mutlak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang oleh Alah swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan memilih walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. 
    
    Atas dasar kepemilikan mutlak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya. Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. hal ini dapat difahami dari firman Allah swt. :


Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa. 

Keterkaitan ibadah dalam kehidupan sehari-hari 

    Ibadah dalam Islam menempati posisi yang paling utama dan menjadi titik sentral seluruh aktivitas manusia. Sehingga apa saja yang dilakukan oleh manusia bisa bernilai ibadah namun tergantung pada niatnya masing-masing, maka dapat dikatakan bahwa aktivitas manusia dapat bernilai ganda, yaitu bernilai material dan bernilai spiritual.




Makanan Halal Dan Haram

  Makanan Halal Dan Haram Arti makanan halal Makanan halal adalah makanan yang diijinkan oleh Syariat Islam untuk dikonsumsi. Adapun Syariat...